Kamis, 16 Mei 2013

PANTUN NASEHAT


PANTUN NASEHAT

Pak Dullah pergi ke Mekkah
Menunaikan ibadah haji
Jangan pelit bersedekah
Biar orang bersenang hati

Pagi-pagi makan mentimun
Timun muda enak rasanya
Daripada duduk melamun
Lebih baik ayo bekerja

Burung camar terbang diudara
Burung nuri dalam sangkarnya
Jangan pernah berburuk sangka
Sebelum tahu apa sesungguhnya

Jalan-jalan keBatu Gong
Melihat anak bermain sampan
Jadi anak janganlah sombong
Biar punya banyak teman

Lentera tergantung diatas pagar
Tertiup angin hampir padam
Bijaksana bukan hanya pintar
Tapi juga sabar dan pendiam

Layang-layang putus benangnya
Terbawa angin hilang arah
Ayo sembahyang selagi kita bisa
Diakhirat Surga menanti kita

Pergi kerumah tembok raksasa
Pulang kerumah bawa kain sutera
Jangan kapok atau berputus asa
Jangan menyerah terus berusaha

PANTUN JENAKA


PANTUN JENAKA

Kedapur mengambil korek
Korek api tinggal sebiji
Hati geli melihat kakek
Sikat gigi sambil menyanyi

Beli kepiting kepasar pahing
Banyak orang rame sekali
Sungguh tak enak berambut keriting
Kena hujan persis kucing kecebur kali

Sungguh enak buah durian
Durian jatuh menimpa kaki
Banyak orang merasa heran
Ada nenek pake rok mini

Mak Bongki lagi meramal
Meramal nasib ditelevisi
Banyak orang terpingkal-pingkal
Melihat waria kecebur kekali

Sungguh enak asam belimbing
Tubuh dekat tepi telaga
Sungguh enak berkawan sumbing
Biar marah tertawa juga

Kota batik dipekalongan
Kota bogor kota hujan
Gadis cantik gadis pujaan
Tapi sayang mata duitan


Sabtu, 11 Mei 2013

MANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI ( ISBD )


BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna keadaannya. Selain bentuk atau rupa yang paling baik dan sempurna, ia masih juga dibekali kemampuan akalnya. Ilmu pengetahuan (sains), teknologi, dan seni atau biasa disingkat IPTEKS adalah salah satu contoh dari hasil olah pikiran atau akal manusia yang kemudian disebut dengan kebudayaan. Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan umat manusia itu sendiri berbagai macam hasil-hasil kebudayaan manusia ini terus terus berkembang hingga kini. Ipteks sebagai salah satu hasil dari kebudayaan manusia itu juga terus berkembang, terlebih lagi pada era sekarang ini, dimana ipteks telah mencapai tahapan perkembangan yang sangat spektakuler.
Dengan perkembangan ipteks yang sangat pesat, segala persoalan yang tadinya sulit menjadi semakin mudah serta masalah yang tadinya berat menjadi semakin ringan dan lain sebagainya. Namun, meskipun ada beberapa kemudahan atau manfaat yang bisa kita peroleh dari kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut pada sisi lainnya ternyata Ipteks juga dapat membawa kita kepada hal-hal lain yang bersifat merusak (negatif).
Berikut akan dijelaskan lebih mendalam hubungan antara manusia, sains, teknologi dan seni dalam kehidupan manusia beserta dampak yang ditimbulkan baik positif ataupun negatif.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  HAKEKAT DAN MAKNA SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI BAGI MANUSIA

Berdasarkan kajian filsafat ilmu, istilah Iptek (ilmu, pengetahuan, teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena masing-masing ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-beda.
Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atu tidak sekolah, sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia karena dua hal :
·      Pertama : Manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut;
·      Kedua :  Manusia mempunyai kamampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir menurut suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang sifatnya acak perlu ditingkatkan lagi derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan demikian  pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup panjang, dapat diorganisasikan dan disusun menjadi bidang-bidang ilmu.
            Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut:
·         Berisi pengetahuan (knowledge).
·         Tersusun secara sistematis.
·         Menggunakan penalaran.
·         Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain

Sedangkan berbicara masalah teknologi, dimana istilah teknologi sendiri sebenarnya sudah mengandung pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk-produk teknologi tidaklah mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu, dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains.
            Pada titik inilah kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin, yaitu ars yang berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai hasil campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan ekpresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.

B.  DAMPAK PENYALAHGUNAAN IPTEKS PADA KEHIDUPAN
Dampak langsung dari kemajuan Ipteks adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktifitas. Memang Ipteks diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan memperingan beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun, dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tak sadar bahwa ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik, dan materialistik.
Dampak negatif lain akibat penyalahgunaan ipteks pada kehidupan dibeberapa bidang diantaranya :

a.     Bidang informasi dan komunikasi
Disamping keuntungan-keuntungan yang kita peroleh ternyata kemajuan teknologi tersebut dimanfaatkan juga untuk hal-hal yang negatif, antara lain:
1). Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris (Kompas)
2). Penggunaan informasi tertentu dan situs tertentu yang terdapat di internet yang bisa disalah gunakan pihak tertentu untuk tujuan tertentu.

b.      Bidang sosial dan budaya
Kemajuan teknologi akan berpengaruh negatif pada aspek budaya seperti:
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani. Dll

c.       Bidang pendidikan
Penyalah gunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kriminal. Dll

d.      Bidang Kesehatan
        Keberhasilan mengatasi penyakit,.terutama penyakit menular, menyebabkan angka kematian (mortalitas) menurun,sehingga populasi penduduk terus meningkat. Akibatnya manusia lanjut usia yaitu manusiayang usianya lebih dari 60 tahun dan disebut lansia,makin hari makin banyak juga.

Di satu sisi, Ipteks secara positif telah mendatangkan rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, ada pihak yang menyatakan bahwa Ipteks menjadi ”tulang punggung kesejahteraan”. Namun di sisi lain, seperti dapat kita amati dalam kehidupan, penerapan, dan pemanfaatan Ipteks itu juga telah membawa dampak negatif atau membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan, seperti pencemaran, kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan suhu udara global.
Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan kehati-hatian dalam menerapkan dan memanfaatkan Ipteks, yakni yang sesuai dengan asas-asas keserasian, keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian, kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan secara seimbang dan lestari.


C.  PROBLEMATIKA PEMANFAATAN IPTEKS DIINDONESIA
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia tertinggal jauh dan sangat memprihatinkan dibanding Negara-nehara Eropa dan Amerika Serikat bahkan pula di Negara-negara Asia misalnya Jepang dan China. Hal ini disebabkan oleh :
1.    Rendahnya kemampuan Iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam lapaoran UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara.
2.    Rendahnya kontribusi Ipteks nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor.
3.    Belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia Iptek dengan kebutuhan pengguna, Masalah ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur Iptek, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi.
4.    Lemahnya sinergi kebijakan Iptek, sehingga kegiatan Iptek belum sanggup memberikan hasil yang signifikan.
5.    Masih terbatasnya sumber daya Iptek, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang Iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7.
6.    Belum berkembangnya budaya Iptek di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka menciptakan daripada sekedar memakai, lebih suka membuat dari sekadar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada.
7.     Belum optimalnya peran Iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup. Kemajuan Iptek berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
8.    Masih lemahnya peran Iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan Iptek nasional belum optimal dalam memberiakn antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami. 




BAB III
KESIMPULAN
Sains secara umum dapat diartikan ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau dibuktikab kebenarannya, berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (misalnya : fisika, kimia, biologi). Sains juga diartikan sebagai suatu cabang ilmu yang mengkaji sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta dengan cara sistematik dan serasi dengan hukum-hukum umum dilandasi peradaban dunia modern. Sains merupakan suatu proses untuk mencari dan menemukan suatu kebenaran melalui pengetahuan (ilmu) dengan memahami hakikat makhluk.
Konsep teknologi dapat diartikan juga segenap keterampilan manusia menggunakan sumber-sumberdaya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan.secara umum dapat dikatakan bahwa teknologi merupakan suatu sistem penggunaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berakar (science without technology has no fruit, technology without science has no root). Jadi, fungsi sains di sini hanyalah mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang indah dari manusia.











ETIKA BISNIS SYARIAH ( V )


HAL-HAL YANG HARUS DIATASI DENGAN SISTEM SYARIAH
·         KEMISKINAN
Ekonomi syariah dinilai cocok untuk program pengentasan kemiskinan. Hal ini karena masyarakat miskin tidak dipandang sebagai pihak yang malas. Namun, pihak yang tidak mendapat akses untuk kehidupan yang lebih baik.
''Di sini letak perbedaan sistem ekonomi syariah dan konvensional. Sistem ekonomi syariah tidak bertujuan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Tapi, bagaimana kehidupan lebih baik bisa dicapai bersama,'' ujar ketua MUI bidang ekonomi, keuangan, dan produk halal, Amidhan.
Ekonomi syariah mempunyai prinsip sinergi (ta'awun). Prinsip ini memungkinkan orang yang lebih dulu sukses itu membantu sesamanya. ''Kerja sama ini memungkinkan umat Islam maju bersama,'' katanya.
Selain itu, ekonomi syariah memiliki sistem bagi hasil. Sistem ini memungkinkan kerugian dan keuntungan ditanggung pemodal dan peminjam. Besarnya tanggungan diatur dalam akad yang sudah disetujui bersama.
Amidhan mengatakan sistem bagi hasil memungkinkan bank sebagai pemodal tidak hanya menagih pinjaman modal. Pihak bank juga harus membantu peminjam dalam memajukan usahanya. Sebaliknya pihak peminjam juga harus bekerja kera memajukan usahanya supaya bisa cepat mengembalikan pinjaman.

·         SISTEM SUAP
Rasulullah bersabda;  Allah melaknat  orang  yang melakukan suap dan menerima suap (HR.Ibnu Majah)
Sauban berkata;  Rasulullah melaknat  penyuap, penerima suap dan perantara, yaitu orang yang menghubungkan keduanya. 
 (HR. Ahmad)
Kata (risywah) secara leksikal mengacu pada kata rasya-yarsyu-risywatan  yang bermakna al-ju’l  yang  berarti  upah, hadiah, pemberian atau komisi. Sedangkan penyuapan risywah secara terminologis adalah tindakan memberikan harta dan yang semisalnya untuk membatalkan hak  milik  pihak lain atau mendapatkan atas  hak milik pihak  lain.
Definisi lain tentang risywah sebagai sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya agar orang tersebut mendapatkan kepastian hukum atau sesuatu yang diinginkannya. Rumusan  tersebut dikenal dengan urusan ‘isti’jal fi al-qadhiyah’ yakni usaha untuk menyegerakan pengurusan masalah hukum,  termasuk  pengurusan  masalah lainnya tanpa melalui  prosedur  yang  berlaku karena ingin cepat proses pengurusannya.
Risywah dilarang  karena dapat mengakibatkan hancurnya tata nilai  dan system hukum. Sebagaimana  pendapat Umar Ibn al-Khatab yang  melarang  para  pejabat  menerima hadiah, karena pada hakekatnya hadiah itu risywah. Begitu pula pendapatnya tentang harta risywah tidak  boleh dikembalikan kepada pelakunya, terlebih lagi bagi penerimanya,  tetapi harus diinfaqkan untuk sabilillah.
Dari pengertian tersebut diatas, bahwa risywah  sepadan dengan kata sogok dalam bahasa Indonesia. Sungguhpun demikian risywah  tidak sepenuhnya indentik dengan korupsi  karena korupsi  mengandung  cakupan lebih luas,  korupsi  yang  dikenal pada saat ini mencakup beragam  bentuk penyalahgunaan wewenang  termasuk penyalahgunaan yang tidak ada unsur suapnya.
Dengan kata lain risywah  tidak  persis  sama dengan korupsi, namun salah satu bentuk  ekspresi  korupsi dan dapat mengakibatkan  hancurnya  system nilai  dan system hukum  yang berlaku  dimasyarakat. Seperti menyegerakan masalah hukum, termasuk pengurusan  masalah lainnya tanpa melalui  prosedur yang  berlaku.

·         KORUPSI
Korupsi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:616) adalah perbuatan yang buruk (penggelapan uang). Dalam KBBI juga disebutkan bahwa perbuatan korup adalah perbuatan menerima uang sogok(memakai kekuasaannya) untuk kepentingan sendiri. Berarti, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah perbuatan penyalahgunaan kekuasaan secara materiil (uang) untuk kepentingan pribadi atau kelompok.Syariah di sini kami artikan sebagai syariah Islam, berarti syar’i hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari perkataan, perbuatan dan penetapan. Kembali pada pokok masalah, setelah mengetahui definisi korupsi dan syariah itu sendiri, pertanyaannya adalah apakah dalam hukum Allah yang terwahyukan dalam Al Quran serta apa yang dicontohkan Rasul Nabi Muhammad SAW, korupsi itu diperbolehkan?
Allah SWT berfirman dalam Surat An Nisa:29
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…”
 Firman Allah lain dalam surat Al Baqarah:188
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui
            Kedua ayat tersebut menunjukkan larangan Allah SWT kepada muslim untuk tidak memakan harta sesame muslim dengan jalan yang bathil. Hal ini merujuk pada praktik korupsi saat ini, yaitu menyalahgunakan uang negara/anggaran negara yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan umum justru dinikmati diri sendiri dan dipergunakan untuk kepentingan kelompoknya saja. Pada Al Baqarah ayat 188 juga disebutkan bagaimana larangan membawa urusan sengketa harta ini ke pengadilan, merujuk bagaimana fenomena pemberantasan korupsi yang sering mandek karena sang tersangka kasus korupsi berusaha meyakinkan hakim akan legalitas harta yang dia miliki.
Al Hadist juga memberikan tuntunan yang tegas bagaimana perbuatan korupsi, suap (risywah), tidak diperbolehkan dalam habluminannas, penyelenggaraan pemerintahan:
 Rosulullah bersabda:
“Hai manusia, barang siapa yang mejalankan tugas untuk kami, lalu dia menyembunyikan dari kami barang sekecil jarum atau lebih, maka apa yang disembunyikannya itu adalah kecurangan (korupsi) yang kelak akan dibawa pada hari kiamat.” (HR. Muslim dan Ahmad)

            Hadist di atas menunjukkan bagaimana Rasulullah SAW melarang penyalahgunaan wewenang tugas(korupsi) serta segala bentuk suap yang dilakukan untuk mempermulus kepentingan pribadi/golongan.Riwayat kehidupan Nabi Muhammad SAW juga diceritakan beberapa kali kisah kaum yang melakukan korupsi dalam peperangan, seperti Perang Khaibar, dll. Ini menegaskan bagi kita bahwa perbuatan korupsi dengan berusaha mengambil keuntungan yang bukan hak nya dalam setiap tugas yang diberikan, serta melakukan sesuatu hal yang sifatnya materiil kepada pihak lain demi mempermulus kepentingan diri sendiri dan golongan adalah hal yang dilarang/ diharamkan.
Bentuk korupsi saat ini yang dinamis pun tidak menjadi alasan bagaimana suatu praktik korupsi dihalalkan dalam syariat Islam karena belum diatur dalam Al Quran maupun Al Hadist, karena pada dasarnya korupsi adalah penyalahgunaan wewenang(amanah), hal tersebut adalah sifat tercela dan perbuatan yang diharamkan.
Mengkhianati amanah(kepercayaan) adalah salah satu dari 3 sifat munafik yang merupakan salah satu dosa besar. Kesimpulannya, dalam hukum Islam, segala perbuatan, modus, dan bentuk operasi korupsi diharamkan karena  pada dasarnya korupsi mengorbankan kepentingan umat, demi kenikmatan pribadi dan golongan, menerima apa yang bukan haknya, dan hal tersebut merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan.
Setelah kita mengetahui bagaimana korupsi sesuai perspektif syariat Islam, tentu ada solusi yang ditawarkan, sesuai dengan tuntunan, apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau menjalankan pemerintahan kekhalifahan Islam di Arab sana. Ada empat solusi yang bisa ditawarkan yaitu:
1.      Keteladanan pemimpin
Dalam hal ini, pemimpin memiliki peran Ing Ngarsa Sung Tuladha, yang berarti di depan memberi contoh. Khalifah Umar menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan bersama di padang rumput milik Baitul Mal Negara. Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara. Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia menunjukkan bagaimana terjadi krisis kepemimpinan dalam lembaga-lembaga negara. Kredibilitas lembaga dipertanyakan karena banyak pimpinan lembaga dan personal yg menduduki posisi penting di negara itu harus diadili akibat korupsi.Banyak orang bicara tentang korupsi di Indonesia karena sistem yang ada sudah salah. Kalau pemimpinnya menyadari itu dan mau mengubah, serta berusaha mencontohkan yang baik dan benar, kenapa tidak mengatakan kalau korupsi itu bisa diberantas?
2.      Sistem insentif anti korupsi
Ini berkaitan dengan satu dari 10 prinsip ekonomi, people respond to incentives, berkaitan dengan bagaimana insentif memperoleh pendapatan halal itu haruslah lebih besar daripada insentif untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya. Rasul dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata, “Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Adapun barang siapa yang mengambil selainnya, itulah kecurangan”.Ketika kepuasan seorang pegawai pajak yang telah mendapat  gaji tinggi oleh pemerintah, mungkin dia berpikir ribuan kali untuk berusaha ‘lebih rakus lagi’ untuk meningkatkan pendapatan yang diterimanya. Insentif  ini hendaknya diletakkan sebagai ‘imbalan untuk integritas’ seperti tunjangan serta hadiah bagi pegawai yang bertindak jujur dalam 1 periode perusahaan, maupun sifatnyapunishment seperti penurunan gaji bagi karyawan yang kedapatan mencuri perlengkapan kantor.
3.      Hukuman yang setimpal
Mungkin salah satu output mengecewakan yang tidak bisa diterima masyarakat Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsi adalah bagaimana ringannya hukuman seorang koruptor bila dibanding kerugian negara akibat perbuatan yang dia lakukan. Hukuman dalam Islam memang berfungsi sebagai zawajir(pencegah). Artinya, dengan hukuman setimpal atas koruptor, diharapkan orang akan berpikir sekian kali untuk melakukan kejahatan itu. Pada dasarnya karena korupsi adalah perbuatan merugikan negara dengan penggelapan uang negara untuk kepentingan pribadi, maka sanksi tegas dengan menuntut pengembalian uang hasil korupsi adalah hal logis yang bisa dilakukan. Sanksi lain dengan upaya memiskinkan koruptor, pengancaman untuk menyita aset kekayaan mereka, hingga hukuman mati menjadi sanksi yang dapat diberikan kepada koruptor. Intinya adalah bagaimana kembali ke tujuan hukuman dalam Islam berupa langkah pencegahan, orang akan berpikir berjuta-juta kali untuk melakukan perbuatan korupsi mengingat risiko yang besar.
4.      Pengawasan masyarakat
Sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis, menjunjung kebebasan berpendapat seharusnya menjadi peluang bagaimana masyarakat sebagai kekuatan negara, pemilik kedaulatan untuk mengungkap sejelas-jelasnya apabila terjadi korupsi yang dilakukan wakil rakyatnya ataupun adanya indikasi korupsi yang dilakukan pejabat publik.Kisah dalam kepemimpinan Khalifah Umar, demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, Khalifah Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”.Artinya bagaimana masyarakat harus bersikap kritis terhadap jalannya pemerintahan, dan pemerintah juga harus membuka ruang publik seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin melaporkan adanya penyimpangan wewenang oleh pejabat publik itu sendiri. Indonesia sendiri telah memiliki beberapa institusi yang telah membuka ruang untuk itu, KPK dengan banyak komunitas antikorupsi mereka, ICW, PUKAT,LSM, serta lembaga-lembaga lain yang bertujuan ikut mengawasi pemerintahan untuk tidak melakukan praktik korupsi. 234 juta mata rakyat Indonesia yang aktif dan kritis mengawasi pemerintah tentu akan memberi kekuatan luar biasa dalam ketelitian mendeteksi korupsi di Indonesia.
            Kesimpulannya adalah Korupsi JELAS HARAM hukumnya, tidak sesuai syariat Islam, dan tentu apabila dilakukan akan menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi orang yang melakukannya. Bilamana saat ini banyak terjadi orang yang paham hukum Agama, pakar syariat Islam, tetapi terbukti melakukan korupsi, sekali lagi, korupsi di sini adalah persoalan integritas, bukan lagi haram atau tidaknya perbuatan tersebut. Semua kembali pada diri sendiri, bagaimana dia mampu menghindarkan diri dari nafsu pribadi, berusaha amanah dalam mengemban tugas, serta berniat ‘wakaf’ dan pengabdian dalam setiap pengorbanan yang dilakukan. 
·         DAYA BELI RENDAH
Untuk meminimalkan imbas krisis global yang lebih buruk, maka perlu mekanisme basis ekonomi dalam hal peningkatan daya beli masyarakat. Pemerintah sedari dini dituntut untuk mmenciptakan mekanisme tersebut. Dengan itu, krisis yang mengintai bisa diantisipasi dengan baik.
Menurut Sasono Dewan Pendiri Center for Information and Development Studies (CIDES) tidak perlu ada pengkajian dalam hal penyelesaian krisis global yang tengah terjadi sekarang ini. Tapi, akan lebih baik bila pemerintah berfokus kepada penyelesaian masalah yang ada didalam negeri, sehingga fundamental perekonomian Indonesia bisa tercipta dengan kokoh.
“Lebih baik tidak masuk lebih dalam ke dalam penyelesaian ekonomi global, tapi diamankan dulu kondisi ekonomi didalam negeri, terlebih pada basis ekonomi kita”, tandas Adi, yang juga mantan Menteri Koperasi ini.
Ia menerangkan, basis ekonomi yang dimaksud adalah upaya pemerintah dalam peningkatan daya beli domestik. Ini menjadi penting, karena akan menguatkan fundamental ekonomi pada waktu-waktu mendatang.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat, upaya pengembangan usaha skala mikro tampaknya dapat menjadi alternatif pilihan untuk mendongkrak pendapatan masyarakat yang relatif tertinggal. Hal ini cukup terbukti pada masa krisis ekonomi melanda Indonesia, sektor usaha kecil dan menengah mampu tetap bertahan dan menggerakkan roda perekonomian di daerah.
Dibawah ini ada beberapa indikator lain untuk menigkatkan daya beli masyarakat sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi diantaranya:
Satu: Mengingat implementasi peningkatan daya beli tidak mudah dengan anggaran APBN/APBD yang sangat terbatas, maka perlu diupayakan melalui anggaran kemitraan CSR (Corporate Social Responsibility) dari dunia usaha. Paling tidak memetakan jumlah anggaran CSR yang ada dan implementasinya dalam rangka peningkatan daya beli rakyat. 
Dua: Membangun lembaga kredit mikro untuk rakyat miskin dengan sistem Grameen Bank. Filosofinya adalah mendorong rakyat mampu menolong dirinya sendiri, karena sebenarnya orang miskin memiliki kemampuan tersembunyi yang belum dimanfaatkan.
Tiga: Helping each other to help oneself adalah konsep pemberdayaan masyarakat miskin dengan caratribina, yaitu: bina manusia, bina lingkungan, dan bina usaha. Langkah yang dilakukan adalah memutus lingkaran setan ketidak-berdayaan, dari [penghasilan rendah - tidak ada tabungan - tidak ada investasi]menjadi [penghasilan rendah - kredit awal - jalankan usaha -penghasilan lebih - menabung - investasi - kredit berikut lebih besar - jalankan usaha - dst, dst]. 
Empat: Menciptakan paket-paket usaha pedesaan menuju kemandirian pedesaan, kelestarian lingkungan, ekowisata pedesaan. Misalnya: paket usaha kompos organik, paket pertanian organik, paket energi pedesaan, dan lain-lainnya. 
Lima: Menggalakkan usaha-usaha informil berbasis bahan bekas dan “used material” lainnya, misal: bisnis kertas bekas, plastik bekas, barang rongsokan. Sekaligus dalam rangka reduce, reuse, recycle, dan zero waste. 
Enam: Pendampingan dan pembinaan beberapa usaha mikro masyarakat sebagai percontohan di tiap Kabupaten/Kota dengan membangun kompetisi yang sehat. 
Tujuh: Peningkatan daya beli bukan sekedar masalah ekonomi saja, tetapi juga masalah sosial, budaya, dan lingkungan. Perlu pembelajaran Gerakan Masyarakat Hidup Sederhana, budaya tidak konsumtif, tidak terkecuali diberlakukan bagi seluruh lapisan masyarakat yang diteladani oleh pemimpin. Bisa dikaji dan ditiru konsep gerakan swadesi yang terkenal dari India di masa Mahatma Gandhi. 
Delapan: Penghijauan, reboisasi, pemulihan kawasan lindung, dengan jenis pohon “the right tree in the right place” di prioritaskan di daerah irigasi yang masih mengandalkan tadah hujan 
Sembilan: Menciptakan program pembangunan skala besar, tetapi padat karya, selama 3-5 tahun (dalam masa kepemimpinan seorang Gubernur). Didampingi oleh lembaga profesional independen, dan selalu diaudit secara transparan. 
Sepuluh: pemuliaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG), sejak desa hingga provinsi, sehingga bisa menjaring aspirasi kebutuhan masyarakat bottom-up secara benar. Musrenbang diharapkan tidak sekedar pertemuan seremonial sebagai realisasi program-program top-down. 
Sebelas: Peresentase (%) pagu indikatif APBD harus lebih fokus kepada program-program akselerasi peningkatan daya beli masyarakat. 
Duabelas: Menekan laju pertumbuhan penduduk baik alami maupun migrasi. Migrasi penduduk dari luar provinsi harus bisa ditekan.
·         HARGA BARANG MENINGKAT
Secara teori, inflasi tidak dapat dihapus dan dihentikan, namun laju inflasi dapat ditekan sedemikian rupa. Islam sebetulnya pula solusi menekan laju inflasi seperti yang telah dikemukan oleh tokoh-tokoh ekonomi Islam klasik. Misalnya al-Ghazali (1058-1111) menyatakan, pemerintah mempunyai kewajiban menciptakan stabilitas nilai uang.
Dalam ini al-Ghazali membolehkan penggunaan uang yang bukan berasal dari logam mulia seperti dinar dan dirham, tetapi dengan syarat pemerintah wajib menjaga stabilitas nilai tukarnya dan pemerintah memastikan tidak ada spekulasi dalam bentuk perdagangan uang.
Ibnu Taimiyah (1263-1328) juga mempunyai solusi terhadap inflasi ini. Ia sangat menentang keras terhadap terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan uang yang berlebihan. Ia berpendapat pemerintah seharusnya mencetak uang harus sesui dengan nilai yang adil atas transaksi masyarakat, tidak memunculkan kezaliman terhadap mereka.
Ini berarti Ibnu Taimiyah menekankan bahwa percetakan uang harus seimbang dengan trasnsaksi pada sector riil. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal yang kecil.
Di samping itu ia juga menyatakan bahwa nilai intrinsic mata uang harus sesuai dengan daya beli masyarakat. Penciptaan mata uang dengan nilai nominal yang lebih besar dari pada nilai intrinsiknya akan menyebabkan penurunan nilai mata uang serta akan memunculkan inflasi. Ini berarti akibat dari rendahnya nilai intrinsic uang menjadi salah satu terjadinya inflasi. Begitu juga pemalsuan mata uang dan perdagangan mata uang di nilai ibn Taimiyah sebagai bentuk kezaliman terhadap masyarakat dan bertentangan dengan kepentingan umum.
Husain Shahathah menawarkan beberpa solusi untuk mengatasi inflasi adalah;
 1) Reformasi terhadap system moneter yang ada sekarang dan menghubungkan antara kuantitas uang dengan kuantitas produksi.
2) Mengarahkan belanja dan melarang sikap berlebihan dan belanja yang tidak bermanfaat.
3) Larangan menyimpan (menimbun) harta dan mendorong untuk menginvestasikannya.
4) Meningkatkan produksi dengan memberikan dorongan kepada masyarakat secara materil dan moral. Menjaga pasokan barang kebutuhan pokok merupakan yang krusial untuk bias mengendalikan inflasi.
Dalam perekonomian sekarang Bank sentral mempunyai peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Selain itu bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar uang mata uang domestic. Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia termasuk Indonesia.

·         BUMN YANG BANYAK DIJUAL DIPIHAK LAIN

Dalam pandangan Islam, hutan dan barang tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dimana hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer semisal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Paradigma pengelolaan sumberdaya alam milik umum yang berbasis swasta atau (corporate based management) harus dirubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management) dengan tetap berorientasi kelestarian sumber daya (sustainable resources principle).
Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola oleh negara untuk hasilnya diberikan kepada rakyat  dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi  dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadits tersebut, Abyad diceritakan  telah meminta kepada Rasul untuk dapat mengelola  sebuah tambang garam. Rasul meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang shahabat,
“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda: “Tariklah tambang tersebut darinya”.
Hadist tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir.  Bahwa semula Rasullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada seseorang.
Tapi  ketika kemudian Rasul mengetahui  bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar, digambarkan bagaikan air yang terus mengalir,  maka Rasul mencabut pemberian itu,  karena dengan  kandungannya yang sangat besar itu  tambang tersebut dikategorikan  milik umum. Dan semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu.
Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut  tentu saja bukan  “garam”, melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul mengetahui bahwa tambang garam itu jumlahnya sangat banyak, ia menarik kembali pemberian itu. An-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan:
“Adapun pemberian Nabi SAW kepada Abyadh bin Hambal terhadap tambang garam yang terdapat di daerah Ma’rab, kemudian beliau mengambilnya kembali dari tangan Abyadh, sesungguhnya beliau mencabutnya semata karena menurut beliau tambang tersebut merupakan tanah mati yang dihidupkan oleh Abyadh lalu dia mengelolanya. Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabutnya kembali, karena sunnah Rasulullah SAW dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia berserikat dalam masalah tersebut, maka beliau melarang bagi seseorang untuk memilikinya, sementara yang lain tidak dapat memilikinya”.
Penarikan kembali pemberian Rasul kepada Abyadh  adalah   illat dari larangan sesuatu yang menjadi milik umum termasuk dalam hal ini barang tambang yang kandungannya sangat banyak untuk dimiliki individu. Dalam hadits dari  Amru bin Qais lebih jelas lagi disebutkan  bahwa yang dimaksud dengan garam di sini adalah tambang garam atau “ma’danul milhi” (tambang garam).
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa Rasulullah telah memberikan tambang kepada Bilal bin Harits Al Muzni dari kabilahnya, serta hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam kitab Al Amwal dari Abi Ikrimah yang mengatakan: “Rasulullah saw.memberikan sebidang tanah ini kepada Bilal dari tempat ini hingga sekian, berikut kandungan buminya, baik berupa gunung atau tambang,” sebenarnya tidak bertentangan dengan hadits  Abyadh ini.
Hadits di atas mengandung pengertian bahwa tambang yang diberikan oleh Rasulullah kepada Bilal kandungannya terbatas, sehingga boleh diberikan. Sebagaimana Rasulullah pertama kalinya memberikan tambang garam tersebut kepada Abyadh. Tapi kebolehan pemberian barang tambang ini   tidak boleh diartikan secara mutlak, sebab jika diartikan demikian tentu bertentangan dengan pencabutan Rasul  setelah diketahui bahwa tambang itu kandungannya besar bagaikan air yang terus  mengalir. Jadi jelaslah bahwa kandungan tambang yang diberikan Rasulullah tersebut bersifat terbatas.
Menurut  konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar  baik  yang nampak sehingga bisa didapat  tanpa harus susah payah seperti garam, batubara,  dan sebagainya; ataupun tambang yang berada di dalam perut bumi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan usaha keras  seperti  tambang emas, perak, besi, tembaga, timah dan sejenisnya termasuk  milik umum. Baik berbentuk padat, semisal kristal ataupun berbentuk cair, semisal minyak, semuanya adalah tambang yang termasuk dalam pengertian hadits di atas.
            Sedangkan benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah untuk hanya dimiliki oleh pribadi,  benda tersebut termasuk milik umum. Meski termasuk dalam kelompok pertama, karena merupakan fasilitas umum,  benda-benda tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama dari segi sifatnya, maka  benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu. Berbeda dengan kelompok pertama, yang memang boleh dimiliki oleh individu. Air misalnya, mungkin saja dimiliki oleh individu, tapi  bila suatu komunitas membutuhkannya, individu tidak boleh memilikina. Berbeda dengan jalan, sebab jalan memang tidak mungkin dimiliki oleh individu.
Oleh karena itu, sebenarnya pembagian ini - meskipun dalilnya bisa diberlakukan illat syar’iyah, yaitu keberadaannya sebagai kepentingan umum - esensi faktanya menunjukkan bahwa benda-benda tersebut merupakan milik umum (collective property). Seperti  jalan, sungai, laut, dana, tanah-tanah umum, teluk, selat dan sebagainya. Yang juga bisa disetarakan dengan hal-hal tadi adalah masjid, sekolah milik negara, rumah sakit negara, lapangan, tempat-tempat penampungan dan sebagainya.
Al-‘Assal & Karim (1999: 72-73) mengutip pendapat Ibnu Qudamah dalam Kitabnya Al-Mughni mengatakan: “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum muslimin, sebab hal itu akan merugikan mereka”.
 Maksud dari pendapat Ibnu Qudamah adalah bahwa barang-barang tambang adalah milik orang banyak meskipun diperoleh dari tanah hak milik khusus. Maka barang siapa menemukan barang tambang atau petroleum pada tanah miliknya tidak halal baginya untuk memilikinya dan harus diberikan kepada negara untuk mengelolanya.




DAFTAR PUSTAKA
http://www.republika.co.id/berita/syariah/keuangan/12/01/12/lxo2dq-ekonomi-syariah-solusi-jitu-pengentasan-kemiskinan