Sabtu, 11 Mei 2013

ETIKA BISNIS SYARIAH ( II )


ENAM KODE ETIK DALAM BISNIS SYARIAH
1.      KEJUJURAN
Kejujuran dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan dan dalam pengertian yang lebih umum adalah seusainya lahir dan batin. Maka orang yang jujur bersama Allah dan bersama manusia adalah yang sesuai dengan lahir dan batinnya.
Adapun pengertian bisnis adalah bagian dari kegiatan ekonomi didalam bisnis pun dikenal istilah etika bisnis. Etika bisnis disebut juga dengan moral bisnis yang memberikan sandaran dan motivasi bisnis dari aspek penilaian baik dan buruk atau ide-ide tentang kebijakan, penghormatan, keadilan dan lain-lain
Kita berkecenderungan untuk lebih mengutamakan keuntungan finansial dan mengabaikan etika dalam praktek bisnis kita. Bila ini terus dilakukan, maka akan terjadi ketidakharmonisan dalam kehidupan kita. Para pelaku bisnis akan menjadi subyek-subyek yang saling merugikan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya.
Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika. Salah satu sumber rujukan etika dalam bisnis adalah etika yang bersumber dari tokoh teladan agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah SAW. Beliau telah memiliki banyak panduan etika untuk praktek bisnis kita, yaitu:
Pertama, kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasu1lullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali Ia menjelaskan aibnya,” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami,” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
Kedua, menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetap didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (QS. Al-Muthaffifi: 112).
Keempat, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain,” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
Kelima, tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
Keenam, tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. ini dilarang dalam Islam.
Ketujuh, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung,” (H.R. Jabir).
Kedelapan, bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman,”(QS. al-Baqarah:: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Kesembilan, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu,” (QS. 4: 29).
Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya.” Hadis ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
Jadi kejujuran dalam etika bisnis Islam ini sangat penting sekali. Sebagaimana diterangkan juga dalam hadits[2] bahwa berbagai kebaikan dan pahala akan diberikan kepada orang yang jujur baik didunia maupun di akhirat. Ia akan dimasukkan ke dalam surge yang mendapat gelar yang sangat terhormat yaitu sidiq.
Bahkan dalam al-Qur'an dinyatakan bahwa orang yang selain jujur dan menyampaikan kebenaran dinyatakan sebagai orang yang bertakwa dengan firman Allah.
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Dalam istilah bahasa inggris honestly is the best police. Begitu pula dalam bisnis apapun bentuknya termasuk bisnis online, anda semua harus jujur, dikarenakan dengan kita jujur maka secara tidak langsung anda sudah membangun kepercayaan pasar. Memang sih jujur itu pahit rasanya sampai-sampai anda mungkin pernah tersakiti oleh kejujuran tersebut. Namun demikian anda teruslah jujur dalam melakukan bisnis anda, sehingga lambat laun pasar akan mengenal anda dalam hal kejujuran. Kalau sudah pasar yang mengenal anda dalam hal kejujuran maka anda akan cepat  menjadi kaya. Dikarenakan anda bisa dipercaya menjalankan bisnis yang anda geluti saat ini.

2.      KUALITAS
Dalam era persaingan industri yang semakin kompetitif sekarang ini, kualitas produksi menjadi hal yang sangat diperlukan dalam memenangkan persaingan. Karena dengan meningkatkan kualitas setidaknya ada dua keunggulan yang dapat diraih yaitu ; biaya produksi dan pendapatan.
Dari sisi biaya produksi, dapat dihemat dengan pembuatan produk yang berkualitas akan meminimalkan tingkat kerusakan dan kegagalan. Jadi proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk berkualitas dan meminimalkan defult sehingga dapat menghemat biaya. Pada gilirannya akan membuat harga produk menjadi lebih kompetitif.
Sedangkan dari sisi pendapatan, dengan produk yang berkualitas dapat memberikan kepuasan pada konsumen yang pada umumnya akan memaksimumkan utilitas dalam mengkonsumsi produk, jelas bahwa produk-produk berkualitas tinggi pada tingkat harga yang kompetitif akan dipilih oleh konsumen. Peningkatan penjualan atas produk berkualitas akan meningkatkan pula omset dan pendapatan.
Jepang adalah Negara yang terkenal dengan peningkatan kualitas produknya. Dengan Kaizen, Jepang terus menyempurnakan kualitas produk untuk memberi kepuasan konsumen, sekaligus untuk meningkatkan omsetnya.
Apa itu Kualitas ?
Secara konvensional, kualitas menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti ; performansi, keandalan, mudah dalam penggunaan, estetik, dan sebagainya. Tetapi para kalangan bisnis lebih mempelajari kualitas dalam arti strategic, yang menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan.
Keunggulan suatu produk dapat diukur dari tingkat kepuasan pelanggan. Keunggulan itu tidak terbatas pada karakteristik yang menempel pada produk yang ditawarkan, tetapi lebih luas pada pelayanan yang menyertai produk tersebut seperti ; cara pemasaran, cara pembayaran, ketepatan penyerahan, dan sebagainya. 
Keunggulan suatu produk dapat di bagi dalam dua bagian yaitu keunggulan langsung dan keunggulan atraktif. Keunggulan langsung berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara langsung dengan mengkonsumsi produk yang memiliki karakteristik unggul seperti produk tanpa cacat, produk handal, dan sebagainya.
Sedangkan keunggulan atraktif berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara tidak langsung dalam mengkonsumsi produk. Keunggulan atraktif biasanya memberikan kepuasan yang lebih besar kepada pelanggan daripada keunggulan langsung. Beberapa keunggulan atraktif misalnya ; Bank yang buka pada hari Minggu/hari libur. Toko yang memberi pelayanan non stop atau buka 24 jam. Keunggulan atraktif ini dapat meningkatkan kepuasan pelanggan secara cepat, meskipun untuk itu membutuhkan inovasi dan pengembangan secara terus menerus.
3.      BERTANGGUNGJAWAB
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa khalifah rasyidin ke V Umar bin Abdil Aziz dalam suatu shalat tahajjudnya membaca ayat 22-24 dari surat ashshoffat
yang artinya : (Kepada para malaikat diperintahkan) “Kumpulkanlah orang-orang yang dzalim beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan yangselalu mereka sembah, selain Allah: maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka di tempat perhentian karena mereka sesungguhnya mereka akan ditanya ( dimntai pertanggungjawaban ).”
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggungjawab seorang pemimpin di akhirat bila telab melakukan kedzaliman. Dalam riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus sholih tentang tanggungjawab pemimpin di hadapan Allah kelak.
Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am
Ÿwur Ü=Å¡õ3s? @à2 C§øÿtR žwÎ) $pköŽn=tæ 4 Ÿwur âÌs? ×ouÎ#ur uøÍr 3t÷zé&
Artinya : Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[
Di sini kita merenung sejenak seraya bertanya: “apabila yang memerintah kejahatan atau kedurhakaan itu seorang pemimpin yang memilik kekuasaan penuh, apakah dia saja yang akan menanggung dosanya dan dosa rakyatnya karena mereka dipaksa ? Ataukah rakyat juga harus menaggung dosanya walau ia lakukan di bawah ancaman paksaan tersebut ?” Menurut hemat saya, seorang penguasa dianggap tidak memaksa selama rakyat masih bisa memiliki kehendak yang ada dalam dirinya. Perintah seorang pimpinan secara lisan maupun tulisan tidak berarti melepaskan seorang bawahan dari tanggungjawab atas semua perbuatannya. Alquran mencela orang-orang yang melakukan dosa dengan alasan pimpinannya menyuruh berbuat dosa. Allah menyatakan sbb.
tPöqtƒ Ü=¯=s)è? öNßgèdqã_ãr Îû Í$¨Z9$# tbqä9qà)tƒ !$uZoKøn=»tƒ $oY÷èsÛr& ©!$# $uZ÷èsÛr&ur hwqߧ9$# ÇÏÏÈ (#qä9$s%ur !$oY­/u !$¯RÎ) $uZ÷èsÛr& $uZs?yŠ$y $tRuä!#uŽy9ä.ur $tRq=|Êr'sù gŸxÎ6¡¡9$# ÇÏÐÈ
66.  Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, Andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul".
67.  Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami Telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).

Allah membantah mereka dengan tegas
`s9ur ãNà6yèxÿZtƒ tPöquø9$# ŒÎ) óOçFôJn=¤ß ö/ä3¯Rr& Îû É>#xyèø9$# tbqä.ÎŽtIô±ãB ÇÌÒÈ
39.  (Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu Karena kamu Telah menganiaya (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu.
Dari sini jelaslah bahwa pemimpin yang dzalim tidak akan bisa memaksa hati seseorang kendati mampu memaksa yang lahiriyahnya. Oleh sebab itu rakyat atau bawahanpun harus bertanggung jawab terhadap akidahnya dan perbuatannya kendati di sana ada perintah dan larangan pimpinan.
Berbeda dengan hukum paksaan yang menimpa orang-orang lemah yang ditindas penguasa yang mengancam akan membunuhnya dan memang bisa dilaksanakan. Hal ini pernah terjadi pada masa awal Islam di Makkah dimana orang yang masuk Islam di paksa harus murtad seperti Bilal bin Rabbah, keluarga Yasir dst. Mereka dipaksa menyatakan kekufuran. (lihat An Nahl 106 dan An Nisa’ 97-99)
Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah sbb.; “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim 6) Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya..”(Al Hadit)
Tanggungjawab vertikal ini bertingkat-tingkat tergantung levelnya. Kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala negara, semuanya itu akan dimnitai pertanggungjawabannya sesuai dengan ruang lingkup yang dipimpinnya. Seroang mukmin yang cerdas tidak akan menerima kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan mempeprbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi tanggungannya. Para salafus sholih banyak yang menolak jabatan sekiranya ia khawatir tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pemimpin dalam level apapun akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah atas semua perbuatannya disamping seluruh apa yang terjadi pada rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruknya prilaku dan keadaan rakyat tergantung kepada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan dimintai pertanggungjawabannya ketika memilihseorang pemimpin. Bila mereka memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta akseptabilitas sehingga kelak pemimpin itu akan membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan rakyat juga dibebani pertanggungjawaban itu.
Seorang penguasa tidak akan terlepas dari beban berat tersebut kecuali bila selalu melakukan kontrol, mereformasi yang rusak pada rakyatnya , menyingkirkan orang-orang yang tidak amanah dan menggantinya dengan orang yang sholeh. Perrtolongan allah tergantung niat sesuai dengan firman Allah
!$tB z>$|¹r& `ÏB >pt6ŠÅÁB žwÎ) ÈbøŒÎ*Î/ «!$# 3 `tBur .`ÏB÷sム«!$$Î/ Ïöku ¼çmt6ù=s% 4 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇÊÊÈ
11.  Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

4.      KEPEDULIAN

Rasululullah SAW bersabda, “Tidak beriman salah seorang kalian sampai dia mencintai saudaranya, seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim). Hadis ini termasuk hadits shahih dan cukup populer di kalangan kaum muslimin umum sekalipun. Yang subtansif pada hadits ini adalah mengaitkan iman dengan masalah sikap hati dalam hal ini mencintai orang lain selain dirinya.
Mencintai orang itupun ditentukan bobotnya oleh Rasulullah yaitu sama dengan mencintai diri sendiri. Rasanya ini sangat berat dan sulit dilaksanakan, namun jika iman itu benar-benar ada dan hidup dalam jiwa maka yang berat dan sulit itupun sangat bisa terealisir.
Konsep kepedulian khususnya masalah sosial dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas. Bila diperhatikan dengan seksama, dengan sangat mudah ditemui bahwa masalah kepedulian sosial dalam Islam terdapat dalam bidang akidah dan keimanan, tertuang jelas dalam syariah serta jadi tolok ukur dalam akhlak seorang mukmin.
Begitu juga Allah SWT menghargai mereka yang melaksanakan amal sosial dalam kontek kepedulian sosial tersebut, sebagaimana Alah juga sangat mengecam mereka yang tidak mempunyai rasa kepedulian sosial.
Iman kepada Allah merupakan rukun utama dan pertama dalam Islam. Bagaimana implikasi kepada Allah dijelaskan Al Quran dan hadits. Salah satunya berkaitan dengan kepedulian sosial.antara lain, misalnya didalam surat Al Anfal ayat 2: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah (1). mereka yang jika disebut nama Allah gemetar hatinya. (2) dan apabila dibacakan kepadanya bertambah keimanannya (3) dan mereka bertawakkal kepadanya.(4) Mereka yang melaksanakan sholat dan (5) menafkahkan sebagian harta yang diberikan kepada mereka”.
Jadi menafkahkan sebagian harta untuk orang lain termasuk indikasi/ukuran bagi keimanan sesorang dalam kehidupan ini. Hadits-hadits yang menekankan hal ini cukup banyak antara lain Siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamu/tetangga.
Dalam Islam, para pemberontak negara haru diperangi sampai habis total dan tuntas. Termasuk disini adalah mereka yang tak mau bayar zakat. Artinya tidak mau bayar zakat merupakan kesalahan besar di mata hukum Islam. Islam juga mewajibkan amar ma’ruf nahi mungkar yang kesemuanya terkait dengan hukum dan segala konsekuensinya. Orang yang tidak memberi makan fakir miskin dapat terjerat vonis pedusta agama. (QS Al Ma'un: 3)
Dalam Islam seseorang dianggap mulia, jika ia memelihara anak yatim. Orang yang paling disenangi Allah adalah mereka yang paling dermawan. Orang-orang yang berinfak atau bersedekah diberi ganjaran pahala sampai 70 x lipat. Dalam hadits Rasulullah disebutkan bahwa Allah akan selalu membantu hambaNya selama hamba tersebut membantu saudaranya. Pada hadits lain Rasulullah menyebutkan, bahwa bakhil itu sifat tercela dan pemboros itu adalah kawan-kawan syeitan.
Jika dibahas secara terinci, tentang kepedulian Islam terhadap masalah sosial maka kita akan menemukan bahwa ternyata amal ibadah secara umum lebih banyak berurusan dengan hamblum minannas ketimbang hablum minallah. Cuma kesemuanya itu harus dikunci dengan prinsip utama.
5.      KEADILAN
Secara umum Islam menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Kecurangan dalam berbisnis merupakan pertanda bagi kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
(#qèù÷rr&ur Ÿ@øs3ø9$# #sŒÎ) ÷Läêù=Ï. (#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur WxƒÍrù's? ÇÌÎÈ
35.  Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Dalam ayat lain yakni Q.S. al-Muthaffifin: 1-3 yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”

Dari ayat di atas jelas bahwa berbuat curang dalam berbisnis sangat dibenci oleh Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang celaka. Kata ini menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan kenistaan. Berbisnis dengan cara yang curang menunjukkan suatu tindakan yang nista, dan hal ini menghilangkan nilai kemartabatan manusia yang luhur dan mulia. Dalam kenyataan hidup, orang yang semula dihormati dan dianggap sukses dalam berdagang, kemudian ia terpuruk dalam kehidupannya, karena dalam menjalankan bisnisnya penuh dengan kecurangan, ketidakadilan dan mendzalimi orang lain.
6.      SALING MENGHORMATI
Salah satu kecenderungan bahkan kebiasaan orang beriman adalah selalu ingin berbuat baik kepada orang lain, baik memiliki hubungan kekerabatan atau tidak, yang dikenal maupun tidak dikenal. Orang beriman selalu ingin berbuat baik, karena itu merupakan salah satu cara dalam bersyukur kepada Allah Swt atas kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya (QS Al-Qasas/28 : 77).
Kata menghargai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti bermacam-macam, di antaranya memberi, menentukan, menilai, membubuhi harga, menaksir harga, memandang penting (bermanfaat, berguna), menghormati. Karya orang lain adalah hasil perbuatan manusia berupa ‘suatu karya’ yang baik (positif) yaitu hasil dari ide, gagasan manusia seperti seni, karya budaya, cipta lagu, mesin, atau sesuatu produk yang bermanfaat atau berguna untuk orang lain.
Menghargai hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan kerukunan hidup antarmanusia agar terwujud suatu kehidupan masyaraakat yang saling menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi penciptanya sebagai manusia yang ingin dihargai.
Kecenderungan manusia secara alamiah adalah keinginan untuk mendapat tanggapan atau penghargaan atas apa yang dilakukannya. Kebutuhan untuk menuangkan ekspresi diri secara positif telah mendorong setiap orang untuk terus menghasilkan karya terbaik demi kebaikan dirinya dan orang lain. Oleh karena itu, upaya dan hasil karya kreatif yang berguna bagi kemaslahatan orang banyak sudah selayaknya memperoleh penghargaan yang positif pula.
Menghormati dan menghargai hasil karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karay merupakan pencerminan dari pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatu sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa, atau hal yang lainnya.
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih lebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat, atau nasihat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mampu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melalui pendidikan akhlak. Selanjutnya, ia akan selalu terdorong untuk berbuat yang baik kepada orang lain.
Dari Abu Syaibah bahwa Nabi saw. bersabda “Setiap perbuatan yang baik adalah sedekah”(HR Muslim). Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai, tetapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, kerajinan, dan ketekunan serta dengan resiko yang menyertainya.siko yang menyertainya.



DAFTAR PUSTAKA



0 komentar:

Posting Komentar