ENAM KODE ETIK DALAM BISNIS SYARIAH
1.
KEJUJURAN
Kejujuran
dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan dan dalam
pengertian yang lebih umum adalah seusainya lahir dan batin. Maka orang yang
jujur bersama Allah dan bersama manusia adalah yang sesuai dengan lahir dan
batinnya.
Adapun
pengertian bisnis adalah bagian dari kegiatan ekonomi didalam bisnis pun
dikenal istilah etika bisnis. Etika bisnis disebut juga dengan moral bisnis
yang memberikan sandaran dan motivasi bisnis dari aspek penilaian baik dan
buruk atau ide-ide tentang kebijakan, penghormatan, keadilan dan lain-lain
Kita
berkecenderungan untuk lebih mengutamakan keuntungan finansial dan mengabaikan
etika dalam praktek bisnis kita. Bila ini terus dilakukan, maka akan terjadi
ketidakharmonisan dalam kehidupan kita. Para pelaku bisnis akan menjadi
subyek-subyek yang saling merugikan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya.
Agar
kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan
kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan
terwarnai dengan nilai-nilai etika. Salah satu sumber rujukan etika dalam
bisnis adalah etika yang bersumber dari tokoh teladan agung manusia di dunia,
yaitu Rasulullah SAW. Beliau telah memiliki banyak panduan etika untuk praktek
bisnis kita, yaitu:
Pertama,
kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis.
Rasu1lullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam
tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu
jualan yang mempunyai aib, kecuali Ia menjelaskan aibnya,” (H.R.
Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami,” (H.R.
Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau
melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru
di bagian atas.
Kedua,
menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar
mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak
ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun
(menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya,
berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetap didasari kesadaran
memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
Ketiga,
tidak boleh menipu, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam
perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan.
Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (QS.
Al-Muthaffifi: 112).
Keempat,
tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan
maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain,” (H.R. Muttafaq
‘alaih).
Kelima,
tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan
barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik
dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis
semacam itu.
Keenam,
tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah
melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi
(penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan
tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu
tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada
orang lain. ini dilarang dalam Islam.
Ketujuh,
komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang
yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad
SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi
dan patung-patung,” (H.R. Jabir).
Kedelapan,
bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai
orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman,”(QS.
al-Baqarah:: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang
kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang
terhadap riba.
Kesembilan,
bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka
di antara kamu,” (QS. 4: 29).
Kesepuluh,
membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda,
“Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya.” Hadis ini
mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran
upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
Jadi
kejujuran dalam etika bisnis Islam ini sangat penting sekali. Sebagaimana
diterangkan juga dalam hadits[2] bahwa berbagai kebaikan dan pahala
akan diberikan kepada orang yang jujur baik didunia maupun di akhirat. Ia akan
dimasukkan ke dalam surge yang mendapat gelar yang sangat terhormat yaitu
sidiq.
Bahkan
dalam al-Qur'an dinyatakan bahwa orang yang selain jujur dan menyampaikan
kebenaran dinyatakan sebagai orang yang bertakwa dengan firman Allah.
“Dan
orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya mereka itulah
orang-orang yang bertakwa.
Dalam
istilah bahasa inggris honestly is the best police. Begitu pula dalam bisnis
apapun bentuknya termasuk bisnis online, anda semua harus jujur, dikarenakan
dengan kita jujur maka secara tidak langsung anda sudah membangun kepercayaan
pasar. Memang sih jujur itu pahit rasanya sampai-sampai anda mungkin pernah
tersakiti oleh kejujuran tersebut. Namun demikian anda teruslah jujur dalam
melakukan bisnis anda, sehingga lambat laun pasar akan mengenal anda dalam hal
kejujuran. Kalau sudah pasar yang mengenal anda dalam hal kejujuran maka anda
akan cepat menjadi kaya. Dikarenakan anda bisa dipercaya menjalankan
bisnis yang anda geluti saat ini.
2.
KUALITAS
Dalam era persaingan industri yang semakin kompetitif
sekarang ini, kualitas produksi menjadi hal yang sangat diperlukan dalam
memenangkan persaingan. Karena dengan meningkatkan kualitas setidaknya ada dua
keunggulan yang dapat diraih yaitu ; biaya produksi dan pendapatan.
Dari sisi biaya produksi, dapat dihemat dengan pembuatan
produk yang berkualitas akan meminimalkan tingkat kerusakan dan kegagalan. Jadi
proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk
berkualitas dan meminimalkan defult sehingga dapat menghemat biaya. Pada
gilirannya akan membuat harga produk menjadi lebih kompetitif.
Sedangkan dari sisi pendapatan, dengan produk yang
berkualitas dapat memberikan kepuasan pada konsumen yang pada umumnya akan
memaksimumkan utilitas dalam mengkonsumsi produk, jelas bahwa produk-produk
berkualitas tinggi pada tingkat harga yang kompetitif akan dipilih oleh
konsumen. Peningkatan penjualan atas produk berkualitas akan meningkatkan pula
omset dan pendapatan.
Jepang adalah Negara yang terkenal dengan peningkatan kualitas produknya. Dengan Kaizen, Jepang terus menyempurnakan kualitas produk untuk memberi kepuasan konsumen, sekaligus untuk meningkatkan omsetnya.
Jepang adalah Negara yang terkenal dengan peningkatan kualitas produknya. Dengan Kaizen, Jepang terus menyempurnakan kualitas produk untuk memberi kepuasan konsumen, sekaligus untuk meningkatkan omsetnya.
Apa itu Kualitas ?
Secara konvensional, kualitas menggambarkan karakteristik
langsung dari suatu produk seperti ; performansi, keandalan, mudah dalam
penggunaan, estetik, dan sebagainya. Tetapi para kalangan bisnis lebih
mempelajari kualitas dalam arti strategic, yang menyatakan bahwa kualitas
adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan.
Keunggulan suatu produk dapat diukur dari tingkat kepuasan
pelanggan. Keunggulan itu tidak terbatas pada karakteristik yang menempel pada
produk yang ditawarkan, tetapi lebih luas pada pelayanan yang menyertai produk
tersebut seperti ; cara pemasaran, cara pembayaran, ketepatan penyerahan, dan
sebagainya.
Keunggulan suatu produk dapat di bagi dalam dua bagian yaitu
keunggulan langsung dan keunggulan atraktif. Keunggulan langsung berkaitan
dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara langsung dengan mengkonsumsi
produk yang memiliki karakteristik unggul seperti produk tanpa cacat, produk
handal, dan sebagainya.
Sedangkan keunggulan atraktif berkaitan dengan kepuasan
pelanggan yang diperoleh secara tidak langsung dalam mengkonsumsi produk.
Keunggulan atraktif biasanya memberikan kepuasan yang lebih besar kepada
pelanggan daripada keunggulan langsung. Beberapa keunggulan atraktif misalnya ;
Bank yang buka pada hari Minggu/hari libur. Toko yang memberi pelayanan non
stop atau buka 24 jam. Keunggulan atraktif ini dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan secara cepat, meskipun untuk itu membutuhkan inovasi dan pengembangan
secara terus menerus.
3.
BERTANGGUNGJAWAB
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa
khalifah rasyidin ke V Umar bin Abdil Aziz dalam suatu shalat tahajjudnya
membaca ayat 22-24 dari surat ashshoffat
yang artinya : (Kepada para malaikat diperintahkan) “Kumpulkanlah orang-orang yang dzalim beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan yangselalu mereka sembah, selain Allah: maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka di tempat perhentian karena mereka sesungguhnya mereka akan ditanya ( dimntai pertanggungjawaban ).”
yang artinya : (Kepada para malaikat diperintahkan) “Kumpulkanlah orang-orang yang dzalim beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan yangselalu mereka sembah, selain Allah: maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka di tempat perhentian karena mereka sesungguhnya mereka akan ditanya ( dimntai pertanggungjawaban ).”
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali
karena merenungi besarnya tanggungjawab seorang pemimpin di akhirat bila telab
melakukan kedzaliman. Dalam riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan
besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya
yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya
Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak
meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah
dilukiskan para salafus sholih tentang tanggungjawab pemimpin di hadapan Allah
kelak.
Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu
berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa
ayat seperti ayat 164 surat Al An’am
wur Ü=Å¡õ3s? @à2 C§øÿtR wÎ) $pkön=tæ 4 wur âÌs? ×ouÎ#ur uøÍr 3t÷zé&
Artinya : Dan tidaklah
seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri;
dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[
Di sini kita merenung sejenak seraya bertanya: “apabila
yang memerintah kejahatan atau kedurhakaan itu seorang pemimpin yang memilik
kekuasaan penuh, apakah dia saja yang akan menanggung dosanya dan dosa
rakyatnya karena mereka dipaksa ? Ataukah rakyat juga harus menaggung dosanya
walau ia lakukan di bawah ancaman paksaan tersebut ?” Menurut hemat saya,
seorang penguasa dianggap tidak memaksa selama rakyat masih bisa memiliki
kehendak yang ada dalam dirinya. Perintah seorang pimpinan secara lisan maupun
tulisan tidak berarti melepaskan seorang bawahan dari tanggungjawab atas semua
perbuatannya. Alquran mencela orang-orang yang melakukan dosa dengan alasan
pimpinannya menyuruh berbuat dosa. Allah menyatakan sbb.
tPöqt Ü=¯=s)è? öNßgèdqã_ãr Îû Í$¨Z9$# tbqä9qà)t !$uZoKøn=»t $oY÷èsÛr& ©!$# $uZ÷èsÛr&ur hwqߧ9$# ÇÏÏÈ (#qä9$s%ur !$oY/u !$¯RÎ) $uZ÷èsÛr& $uZs?y$y $tRuä!#uy9ä.ur $tRq=|Êr'sù gxÎ6¡¡9$# ÇÏÐÈ
66. Pada hari ketika muka
mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya,
Andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul".
67. Dan
mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami Telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari
jalan (yang benar).
Allah membantah mereka dengan tegas
`s9ur ãNà6yèxÿZt tPöquø9$# Î) óOçFôJn=¤ß ö/ä3¯Rr& Îû É>#xyèø9$# tbqä.ÎtIô±ãB ÇÌÒÈ
39. (Harapanmu itu)
sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu Karena kamu Telah
menganiaya (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu.
Dari sini jelaslah bahwa pemimpin yang dzalim
tidak akan bisa memaksa hati seseorang kendati mampu memaksa yang lahiriyahnya.
Oleh sebab itu rakyat atau bawahanpun harus bertanggung jawab terhadap
akidahnya dan perbuatannya kendati di sana ada perintah dan larangan pimpinan.
Berbeda dengan hukum paksaan yang menimpa
orang-orang lemah yang ditindas penguasa yang mengancam akan membunuhnya dan
memang bisa dilaksanakan. Hal ini pernah terjadi pada masa awal Islam di Makkah
dimana orang yang masuk Islam di paksa harus murtad seperti Bilal bin Rabbah,
keluarga Yasir dst. Mereka dipaksa menyatakan kekufuran. (lihat An Nahl 106 dan
An Nisa’ 97-99)
Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan
kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat
maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung
jawab atas prilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan
rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah sbb.; “Wahai orang-orang mukmin
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim 6)
Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “ Setiap kamu adalah pemimpin dan
setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya..”(Al
Hadit)
Tanggungjawab vertikal ini bertingkat-tingkat
tergantung levelnya. Kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan
kepala negara, semuanya itu akan dimnitai pertanggungjawabannya sesuai dengan
ruang lingkup yang dipimpinnya. Seroang mukmin yang cerdas tidak akan menerima
kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan
mempeprbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi tanggungannya. Para
salafus sholih banyak yang menolak jabatan sekiranya ia khawatir tidak mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pemimpin dalam level apapun akan dimintai pertanggungjawabannya
dihadapan Allah atas semua perbuatannya disamping seluruh apa yang terjadi pada
rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruknya prilaku dan keadaan rakyat
tergantung kepada pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan dimintai
pertanggungjawabannya ketika memilihseorang pemimpin. Bila mereka memilih
pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta akseptabilitas
sehingga kelak pemimpin itu akan membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan rakyat
juga dibebani pertanggungjawaban itu.
Seorang penguasa tidak akan terlepas dari beban
berat tersebut kecuali bila selalu melakukan kontrol, mereformasi yang rusak
pada rakyatnya , menyingkirkan orang-orang yang tidak amanah dan menggantinya
dengan orang yang sholeh. Perrtolongan allah tergantung niat sesuai dengan
firman Allah
!$tB z>$|¹r& `ÏB >pt6ÅÁB wÎ) ÈbøÎ*Î/ «!$# 3 `tBur .`ÏB÷sã «!$$Î/ Ïöku ¼çmt6ù=s% 4 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇÊÊÈ
11. Tidak ada suatu
musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
4.
KEPEDULIAN
Rasululullah SAW bersabda, “Tidak
beriman salah seorang kalian sampai dia mencintai saudaranya, seperti dia
mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim). Hadis ini termasuk
hadits shahih dan cukup populer di kalangan kaum muslimin umum sekalipun. Yang
subtansif pada hadits ini adalah mengaitkan iman dengan masalah sikap hati dalam hal
ini mencintai orang lain selain dirinya.
Mencintai orang itupun ditentukan
bobotnya oleh Rasulullah yaitu sama dengan mencintai diri sendiri. Rasanya ini
sangat berat dan sulit dilaksanakan, namun jika iman itu benar-benar ada dan
hidup dalam jiwa maka yang berat dan sulit itupun sangat bisa terealisir.
Konsep kepedulian khususnya masalah
sosial dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas. Bila diperhatikan dengan
seksama, dengan sangat mudah ditemui bahwa masalah kepedulian sosial dalam
Islam terdapat dalam bidang akidah dan keimanan, tertuang jelas dalam syariah
serta jadi tolok ukur dalam akhlak seorang mukmin.
Begitu juga Allah SWT menghargai
mereka yang melaksanakan amal sosial dalam kontek kepedulian sosial tersebut,
sebagaimana Alah juga sangat mengecam mereka yang tidak mempunyai rasa
kepedulian sosial.
Iman kepada Allah merupakan rukun
utama dan pertama dalam Islam. Bagaimana implikasi kepada Allah dijelaskan Al
Quran dan hadits. Salah satunya berkaitan dengan kepedulian sosial.antara lain,
misalnya didalam surat Al Anfal ayat 2: “Sesungguhnya orang-orang beriman
itu hanyalah (1). mereka yang jika disebut nama Allah gemetar hatinya. (2) dan
apabila dibacakan kepadanya bertambah keimanannya (3) dan mereka bertawakkal
kepadanya.(4) Mereka yang melaksanakan sholat dan (5) menafkahkan sebagian
harta yang diberikan kepada mereka”.
Jadi menafkahkan sebagian harta untuk
orang lain termasuk indikasi/ukuran bagi keimanan sesorang dalam kehidupan ini.
Hadits-hadits yang menekankan hal ini cukup banyak antara lain Siapa yang
beriman dengan Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamu/tetangga.
Dalam Islam, para pemberontak negara
haru diperangi sampai habis total dan tuntas. Termasuk disini adalah mereka
yang tak mau bayar zakat. Artinya tidak mau bayar zakat merupakan kesalahan
besar di mata hukum Islam. Islam juga mewajibkan amar ma’ruf nahi mungkar yang
kesemuanya terkait dengan hukum dan segala konsekuensinya. Orang yang tidak
memberi makan fakir miskin dapat terjerat vonis pedusta agama. (QS Al Ma'un: 3)
Dalam Islam seseorang dianggap mulia,
jika ia memelihara anak yatim. Orang yang paling disenangi Allah adalah mereka
yang paling dermawan. Orang-orang yang berinfak atau bersedekah diberi ganjaran
pahala sampai 70 x lipat. Dalam hadits Rasulullah disebutkan bahwa Allah akan
selalu membantu hambaNya selama hamba tersebut membantu saudaranya. Pada hadits
lain Rasulullah menyebutkan, bahwa bakhil itu sifat tercela dan pemboros itu
adalah kawan-kawan syeitan.
Jika dibahas secara terinci, tentang kepedulian Islam terhadap masalah sosial maka kita akan menemukan bahwa
ternyata amal ibadah secara umum lebih banyak berurusan dengan hamblum minannas
ketimbang hablum minallah. Cuma kesemuanya itu harus dikunci dengan prinsip
utama.
5.
KEADILAN
Secara umum Islam menawarkan nilai-nilai dasar
atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan
perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Islam sangat
mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang
atau berlaku dzalim. Kecurangan dalam berbisnis merupakan pertanda bagi
kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin
untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
(#qèù÷rr&ur @øs3ø9$# #sÎ) ÷Läêù=Ï. (#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur WxÍrù's? ÇÌÎÈ
35. Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalam ayat lain yakni Q.S. al-Muthaffifin: 1-3
yang artinya:
“Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi”
Dari ayat di atas jelas bahwa berbuat curang
dalam berbisnis sangat dibenci oleh Allah, maka mereka termasuk orang-orang
yang celaka. Kata ini menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan kenistaan.
Berbisnis dengan cara yang curang menunjukkan suatu tindakan yang nista, dan
hal ini menghilangkan nilai kemartabatan manusia yang luhur dan mulia. Dalam
kenyataan hidup, orang yang semula dihormati dan dianggap sukses dalam
berdagang, kemudian ia terpuruk dalam kehidupannya, karena dalam menjalankan
bisnisnya penuh dengan kecurangan, ketidakadilan dan mendzalimi orang lain.
6.
SALING MENGHORMATI
Salah satu
kecenderungan bahkan kebiasaan orang beriman adalah selalu ingin berbuat baik
kepada orang lain, baik memiliki hubungan kekerabatan atau tidak, yang dikenal
maupun tidak dikenal. Orang beriman selalu ingin berbuat baik, karena itu
merupakan salah satu cara dalam bersyukur kepada Allah Swt atas
kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya (QS Al-Qasas/28 : 77).
Kata menghargai
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti bermacam-macam, di antaranya
memberi, menentukan, menilai, membubuhi harga, menaksir harga, memandang
penting (bermanfaat, berguna), menghormati. Karya orang lain adalah hasil
perbuatan manusia berupa ‘suatu karya’ yang baik (positif) yaitu hasil dari
ide, gagasan manusia seperti seni, karya budaya, cipta lagu, mesin, atau
sesuatu produk yang bermanfaat atau berguna untuk orang lain.
Menghargai
hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan
kerukunan hidup antarmanusia agar terwujud suatu kehidupan masyaraakat yang
saling menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang
sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan
sikap yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi
penciptanya sebagai manusia yang ingin dihargai.
Kecenderungan
manusia secara alamiah adalah keinginan untuk mendapat tanggapan atau
penghargaan atas apa yang dilakukannya. Kebutuhan untuk menuangkan ekspresi
diri secara positif telah mendorong setiap orang untuk terus menghasilkan karya
terbaik demi kebaikan dirinya dan orang lain. Oleh karena itu, upaya dan hasil
karya kreatif yang berguna bagi kemaslahatan orang banyak sudah selayaknya
memperoleh penghargaan yang positif pula.
Menghormati dan
menghargai hasil karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang derajat,
status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karay merupakan
pencerminan dari pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan
sesuatu sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan
berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa, atau hal
yang lainnya.
Islam sangat
menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai
terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang
dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut
harus dilatih lebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap
penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu,
seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat, atau
nasihat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan
perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mampu menekan ego
pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melalui pendidikan
akhlak. Selanjutnya, ia akan selalu terdorong untuk berbuat yang baik kepada
orang lain.
Dari Abu
Syaibah bahwa Nabi saw. bersabda “Setiap perbuatan yang baik adalah
sedekah”(HR Muslim). Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan
seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai, tetapi dengan perjuangan yang
gigih, ulet, kerajinan, dan ketekunan serta dengan resiko yang menyertainya.siko yang menyertainya.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar