BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam suatu perekonomian moderen, setiap aktivitas mempunyai
keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu
kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau
melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak
menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang
tidak melalui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah.
Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme
pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas. .
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksternalitas adalah suatu
efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik
dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Dalam literatur asing, efek samping mempunyai istilah seperti :
external effects, externalities, neighboorhood effects, side effects, spillover
effects (Sudgen and williams, 1990, Mishan 1990, Zilberman and marra, 1993).
Efek samping dari suatu kegiatan atau transaksi ekonomi bisa positif (positive
external effects, external economic) maupun negatif (negative external effects,
external diseconomic). Dalam kenyataannya, baik dampak negatif maupun efek
positif bisa terjadi secara bersamaan dan simultan. Dampak yang menguntungkan
misalnya seseorang yang membangun sesuatu pemandangan yang indah dan bagus pada
lokasi tertentu mempunyai dampak positif bagi orang sekitar yang melewati
lokasi tersebut. Sedangkan dampak negatif misalnya polusi udara, air dan suara.
Ada juga eksternalitas yang dikenal sebagai eksternalitas yang berkaitan dengan
uang (pecuniary externalities) yang muncul ketika dampak eksternalitas itu
disebabkan oleh meningkatnya harga. Misalnya, suatu perusahaan didirikan pada lokasi
tertentu atau kompleks perumahan baru dibangun, maka harga tanah tersebut akan
melonjak tinggi. Meningkatnya harga tanah tersebut menimbulkan dampak external
yang negatif terhadap konsumen lain yang ingin membeli tanah disekitar daerah
tersebut.
Dalam contoh diatas efek tersebut dalam perubahan harga tanah,
dimana kesejahteraan masyarakat berubah tetapi perubahan itu akan kembali ke
keadaan keseimbangan karena setiap barang akan menyamakan rasio harga-harga
barang dengan Marginal Rate of Substitution (MRS) jadi, suatu fakta bahwa
tindakan seseorang dapat mempengaruhi orang lain tidaklah berarti adanya
kegagalan pasar selama pengaruh tersebut tercermin dalam harga-harga sehingga
tidak terjadi ketidak efisienan dalam perekonomian.
Jadi yang dimaksud dengan eksternalitas hanyalah apabila
tindakan seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain (atau segolongan orang
lain) tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam
alokasi faktor produksi.
BAB II
PEMBAHASAN
JENIS DAN FAKTOR
PENYEBAB EKSTERNALITAS
A. JENIS-JENIS EKSTERNALITAS
Efisiensi
alokasi sumber daya dan distribusi konsumsi dalam ekonomi pasar dengan
kompetisi bebas dan sempurna bisa terganggu, jika aktivitas dan tindakan
individu pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen mempunyai dampak
(externality) baik terhadap mereka sendiri maupun terhadap pihak lain.
Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini (Pearee
dan Nash, 1991; Bohm, 1991) :
1. Efek atau dampak satu produsen
terhadap produsen lain (effects of producers on other producers)
2. Efek atau dampak samping
kegiatan produksi terhadap konsumen (effects of producers on consumers)
3. Efek atau dampak dari suatu
konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers)
4. Efek akan dampak dari suatu
konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers)
1.Dampak
Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain
Suatu
kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap produsen lain
jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi
produksi dari produsen lain. Dampak atau efek yang termasuk dalam kategori ini
meliputi biaya pemurnian atau pembersihan air yang dipakai (eater intake
clen-up costs) oleh produsen hilir (downstream producers) yang menghadapi
pencemaran air (water polution) yang diakibatkan oleh produsen hulu (upstream
producers). Hal ini terjadi ketika produsen hilir membutuhkan air bersih untuk
proses produksinya. Dampak kategori ini bisa dipahami lebih jauh dengan contoh
lain berikut ini. Suatu proses produksi (misalnya perusahaan pulp) menghasilkan
limbah-residu-produk sisa yang beracun dan masuk ke aliran sungai, danau, atau
semacamnya, sehingga produksi ikan terganggu dan akhirnya merugikan produsen
lain yakni para penangkap ikan (nelayan). Dalam hal ini, kegiatan produksi pulp
tersebut mempunyai dampak negatif terhadap produksi lain (ikan) atau nelayan,
dan inilah yang dimaksud dengan efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi
komoditi lain.
2.Dampak
Produsen Terhadap Konsumen
Suatu
produsen dikatakan mempunyai ekternal efek terhadap konsumen, jika aktivitasnya
merubah atau menggeser fungsi utilitas rumahtangga (konsumen). Dampak atau efek
samping yang sangat populer dari kategori kedua yang populer adalah pencemaran
atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas
daya tarik alam (amenity) karena pertambangan, bahaya radiasi dari stasiun
pembangkit (polusi udara) serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi
kenyamanan konsumen atau masyarakat luas. Dalam hal ini, suatu agen ekonomi
(perusahaan-produsen) yang menghasilkan limbah (wasteproducts) ke udara atau ke
aliran sungai mempengaruhi pihak dan agen lain yang memanfaatkan sumber daya
alam tersebut dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, kepuasan konsumen terhadap
pemanfaatan daerah-daerah rekreasi akan berkurang dengan adanya polusi udara.
3.
Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain
Dampak
konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas seseorang atau
kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi utilitas konsumen yang
lain. Konsumen seorang individu bisa dipengaruhi tidak hanya oleh efek samping
dari kegiatan produksi tetapi juga oleh konsumsi oleh individu yang lain.
Dampak atau efek dari kegiatan suatu seorang konsumen yang lain dapat terjadi
dalam berbagai bentuk. Misalnya, bisingnya suara alat pemotong rumput tetangga,
kebisingan bunyi radio atau musik dari tetangga, asap rokok seseorang terhadap
orang sekitarnya dan sebagainya.
4.
Dampak Konsumen Terhadap Produsen
Dampak
konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi
produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Dampak jenis ini
misalnya terjadi ketika limbah rumahtangga terbuang ke aliran sungai dan
mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air baik
oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih.
Lebih
jauh Baumol dan Oates (1975) menjelaskan tentang konsep eksternalitas dalam dua
pengertian yang berbeda :
1.
Eksternalitas yang bisa habis (a deplatable externality) yaitu suatu dampak
eksternal yang mempunyai ciri barang individu (private good or bad) yang mana
jika barang itu dikonsumsi oleh seseorang individu, barang itu tidak bisa
dikonsumsi oleh orang lain.
2.
Eksternalitas yang tidak habis (an udeplatable externality) adalah suatu efek
eksternal yang mempunyai ciri barang publik (public goods) yang mana barang
tersebut bisa dikonsumsi oleh seseorang, dan juga bagi orang lain. Dengan kata
lain, besarnya konsumsi seseorang akan barang tersebut tidak akan mengurangi
konsumsi bagi yang lainnya.
Dari
dua konsep eksternalitas ini, eksternalitas jenis kedua merupakan masalah pelik
dalam ekonomi lingkungan. Keberadaan eksternalitas yang merupakan barang publik
seperti polusi udara, air, dan suara merupakan contoh eksternalitas jenis yang
tidak habis, yang memerlukan instrumen ekonomi untuk menginternalisasikan
dampak tersebut dalam aktivitas dan analisa ekonomi.
B.
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB EKTERNALITAS
Eksternalitas
timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti
prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi,
eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari
prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik
barang atau sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah
merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber
daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani
dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari.
Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan
terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang. Bagaimana mekanisme timbulnya
eksternalitas dan ketidakefisienan dari alokasi sumber daya sebagai akibat dari
adanya faktor diatas diuraikan satu per satu berikut ini.
1.
Keberadaan Barang Publik
Barang
publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu
tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut.
Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai
barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap
seluruh anggota masyarakat.
Kajian
ekonomi sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan
barang publik atau barang umum ini (common consumption, public goods, common
property resources). Ada dua ciri utama dari barang publik ini. Pertama, barang
ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint
supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (non-rivalry in consumption).
Ciri kedua adalah tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa
penawaran tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya.
Barang publik yang berkaitan dengan lingkungan meliputi udara segar,
pemandangan yang indah, rekreasi, air bersih, hidup yang nyaman dan sejenisnya.
Satu-satunya
mekanisme yang membedakannya adalah dengan menetapkan harga (nilai moneter)
terhadap barang publik tersebut sehingga menjadi bidang privat (dagang)
sehingga benefit yang diperoleh dari harga itu bisa dipakai untuk mengendalikan
atau memperbaiki kualitas lingkungan itu sendiri. Tapi dalam menetapkan harga
ini menjadi masalah tersendiri dalam analisa ekonomi lingkungan. Karena
ciri-cirinya diatas, barang publik tidak diperjualbelikan sehingga tidak
memiliki harga, barang publik dimanfaatkan berlebihan dan tidak mempunyai
insentif untuk melestarikannya. Masyarakat atau konsumen cenderung acuh tak
acuh untuk menentukan harga sesungguhnya dari barang publik ini. Dalam hal ini,
mendorong sebagain masyarakat sebagai “free rider”. Sebagai contoh, jika si A
mengetahui bahwa barang tersebut akan disediakan oleh si B, maka si A tidak mau
membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan
disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang
tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B. Jika
akhirnya si B berkeputusan untuk menyediakan barang tersebut, maka si A bisa
ikut menikmatinya karena tidak seorangpun yang bisa menghalanginya untuk
mengkonsumsi barang tersebut, karena sifat barang publik yang tidak ekslusif
dan merupakan konsumsi umum.
Keadaan
seperti ini akhirnya cenderung mengakibatkan berkurangnya insentif atau
rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan
barang publik. Kalaupun ada kontribusi, maka sumbangan itu tidaklah cukup besar
untuk membiayai penyediaan barang publik yang efisien, karena masyarakat
cenderung memberikan nilai yang lebih rendah dari yang seharusnya
(undervalued).
2.
Sumber Daya Bersama
Keberadaan
sumber daya bersama–SDB (common resources) atau akses terbuka terhadap sumber
daya tertentu ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik diatas.
Sumber-sumber
daya milik bersama, sama halnya dengan barang-barang publik, tidak ekskludabel.
Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya, dan
Cuma-Cuma. Namun tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama
memiliki sifat bersaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang, akan mengurangi
peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Jadi, keberadaan sumber
daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa banyak
pemanfaatannya yang efisien.
3.
Ketidaksempurnaan Pasar
Masalah
lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan didalam suatu tukar
manukar hak-hak kepemilikan (property rights) mampu mempengaruhi hasil yang
terjadi (outcome). Hal ini bisa terjadi pada pasar yang tidak sempuna
(Inperfect Market) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal).
Ketidaksempurnaan pasar ini misalnya terjadi pada praktek monopoli dan kartel. Contoh konkrit dari praktek kartel ini adalah Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dengan memproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga mengakibatkan meningkatknya harga yang lebih tinggi dari normal. Pada kondisi yang demikian akan hanya berakibat terjadinya penignkatan surplus produsen yang nilainya jauh lebih kecil dari kehilangan surplus konsumen, sehingga secara keseluruhan, praktek monopoli ini merugikan masyarakat (worse-off).
Ketidaksempurnaan pasar ini misalnya terjadi pada praktek monopoli dan kartel. Contoh konkrit dari praktek kartel ini adalah Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dengan memproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga mengakibatkan meningkatknya harga yang lebih tinggi dari normal. Pada kondisi yang demikian akan hanya berakibat terjadinya penignkatan surplus produsen yang nilainya jauh lebih kecil dari kehilangan surplus konsumen, sehingga secara keseluruhan, praktek monopoli ini merugikan masyarakat (worse-off).
3.
Kegagalan Pemerintah
Sumber
ketidakefisienan dan atau eksternalitas tidak saja diakibatkan oleh kegagalan
pasar tetapi juga karena kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan
pemerintah banyak diakibatkan tarikan kepentinan pemerintah sendiri atau
kelompok tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi. Kelompok
tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent seeking)
melalui proses politik, melalui kebijaksanaan dan sebagainya. Aksi pencarian
keuntungan (rent seeking) bisa dalam berbagai bentuk :
1.
Kelompok yang punya kepentingan tertentu (interest groups) melakukan loby dan
usaha-usaha lain yang memungkinkan diberlakukannya aturan yang melindungi serta
menguntungkan mereka
2.
Praktek mencari keuntungan bisa juga berasal dari pemerintah sendiri secara sah
misalnya memberlakukan proteksi berlebihan untuk barang-barang tertentu seperti
menegnakan pajak impor yang tinggi dengan alasan meningkatkan efisiensi
perusahaan dalam negeri.
3.
Praktek mencari keuntungan ini bisa juga dilakukan oleh aparat atau oknum
tertentu yang emmpunyai otoritas tertentu, sehingga pihak-pihak yang
berkepentingan bisa memberikan uang jasa atau uang pelicin untuk keperluan
tertentu, untuk menghindari resiko yang lebih besar kalau ketentuan atau aturan
diberlakukan dengan sebenarnya. Praktek mencari keuntungan ini membuat alokasi
sumber daya menjadi tidak efisien dan pelaksanaan atuan-aturan yang mendorong
efisiensi tidak berjalan dengan semestinya. Praktek jenis ini bisa mendorong
terjadinya eksternalitas. Sebagi contoh, Perusahaaan A yang mengeluarkan limbah
yang merusak lingkungan. Berdasarkan perhitungan atau estimasi perusahaan A
harus mengeluarkan biaya (denda) yang besar (misalnya Rp. 1 milyar) untuk
menanggulangi efek dari limbah yang dihasilkan itu. Pencari keuntungan (rent
seeker) bisa dari perusahaan itu sendiri atau dari pemerintah atau oknum
memungkinkan membayar kurang dari 1 milyar agar peraturan sesungguhnya tidak diberlakukan,
dan denda informal ini belum tentu menjadi revenue pemerintah. Sehingga
akhirnya dampak lingkungan yang seharusnya diselidiki dan ditangani tidak
dilaksanakan dengan semestinya sehingga masalahnya menjadi bertambah serius
dari waktu ke waktu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam beberapa kasus, para anggota masyarakat dapat
mengatasi sendiri masalah eksternalitas, tanpa keterlibatan pemerintah.
Menurut teorema Coase, seandainya mereka dapat melakukan tawar menawar secara
bebas (tanpa biaya), maka mereka akan dapat mencapai kesepakatan bersama, dan
melaksanakannya bersama-sama pula sehingga tercapai suatu alokasi yang efisien.
Namun dalam prakteknya, banyak kendala yang tidak memungkinkan berlangsungnya
tawar menawar itu. Salah satu diantaranya adalah terlalu banyak pihak yang
berkepentingan.
Kalau
orang-orang tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah eksternalitas yang mereka
hadapi, maka pemerintah perlu turun tangan. Namun adanya eksternalitas itu
tidaklah menjadi alasan untuk sepenuhnya mencampakkan kekuatan pasar.
Pemerintah dapat mengatasi persoalan eksternalitas itu tanpa meninggalkan
pasar, yakni dengan secara langsung mewajibkan para pembuat keputusan (produsen
atau konsumen) menanggung segenap biaya atau akibat yang ditimbulkan oleh
prilaku atau tindakan mereka. Contohnya adalah penerapan pajak Pigovian
terhadap polusi,. Penanggulangan polusi juga dapat dilakukan melalui penerbitan
izin polusi terbatas. Hanya perusahaan yang memiliki izin yang boleh
menciptakan polusi, itupun dalam kadar yang terbatas. Kedua cara ini pada
dasarnya merupakan upaya internalisasi eksternalitas polusi. Dalam praktiknya,
peran kelompok-kelompok pecinta lingkungan terus meningkat, sehingga kini
mereka menjadi kekuatan utama dalam melindungi kelestarian lingkungan hidup.
Kekuatan pasar, jika dapat diarahkan secara tepat, dapat menjadi resep yang
paling mujarab untuk mengatasi kegagalan pasar.
0 komentar:
Posting Komentar